Medan | Tajamnews.co.id —
Gelombang desakan transparansi kembali mengguncang Universitas Sumatera Utara (USU). Forum Penyelamat Universitas Sumatera Utara (FP USU) menuding telah terjadi serangkaian pelanggaran tata kelola dan penyimpangan administrasi di kampus tertua di Sumatera itu, sementara pengawasan dari Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi dinilai tumpul & pasif.
Dalam pernyataannya di Medan, Senin (13/10/2025), Pangeran Siregar, anggota FP USU, mendesak Inspektorat Jenderal Kemendiktisaintek (Itjen) segera melakukan verifikasi faktual menyeluruh, bukan sekadar klarifikasi administratif seperti dilakukan selama ini.
> “Itjen memiliki mandat hukum dan moral untuk memastikan penyelenggaraan perguruan tinggi negeri berjalan sesuai prinsip good university governance. Kami tidak butuh surat klarifikasi, kami butuh audit lapangan transparan dan terbuka,” tegas Pangeran.
Dugaan Penyimpangan Miliaran Rupiah
Dalam hasil penelusuran FP USU dan sejumlah dokumennya terungkap sederet dugaan penyimpangan serius, antara lain:
* Penggadaian aset tanah USU di Tabuyung senilai Rp228,3 miliar diduga tanpa dasar kuat kelayakan administrasi
* Kacau balaunya pengelolaan kebun sawit Tambunan A menyebabkan potensi kerugian aset universitas;
* Penyimpangan proyek kolam retensi dan UMKM Square
* Temuan BPK RI tahun 2024 terkait kelebihan bayar UKT, remunerasi, serta 19 pelanggaran administrasi dan keuangan, termasuk proyek infrastruktur dan belanja modal tidak sesuai spesifikasi kontrak
* Dana hibah Rp41 miliar dicairkan sebelum persetujuan DPRD
Dugaan penyalahgunaan anggaran bahan bakar kendaraan dinas.
BPK dalam laporannya telah menyoroti 19 temuan di lingkungan USU, namun hingga kini belum ada tindak lanjut nyata dari Itjen Kemendiktisaintek.
Sengketa Pemilihan Rektor dan Dugaan Rekayasa Politik
Tidak hanya persoalan keuangan, FP USU juga mempersoalkan proses pemilihan Rektor USU periode 2026–2031 diduga sarat manipulasi dan intervensi politik.
> “Ada indikasi pelanggaran terhadap Permendikbud Nomor 19 Tahun 2022. Sejumlah calon rektor melaporkan adanya dugaan intervensi dan manipulasi suara senat universitas. Jika ini benar, berarti meritokrasi akademik sedang dilangkahi oleh kepentingan kekuasaan,” ungkap Pangeran.
Akibat situasi kian panas, beberapa pihak akhirnya menempuh jalur hukum dengan menggugat ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Medan. Langkah ini disebut tidak lazim dalam konteks sengketa kampus negeri, seharusnya diselesaikan secara etik atau melalui mediasi kementerian.
Lemahnya Pengawasan dan Risiko Hilangnya Integritas Akademik
Dalam kacamata hukum administrasi negara, Itjen seharusnya menjadi benteng terakhir akuntabilitas, namun para akademisi menilai pengawasannya cenderung administratif dan tidak menyentuh akar masalah.
> “Kunci akuntabilitas publik adalah verifikasi faktual, bukan administrasi semata,” ujar seorang akademisi hukum tata negara USU meminta identitasnya dirahasiakan.
FP-USU menilai, lambannya langkah verifikasi faktual dari Itjen dapat mengikis kepercayaan publik terhadap integritas pendidikan tinggi negeri.
> “Rektorat bukan kerajaan kecil, dan kampus bukan alat kekuasaan. Jika tata kelola kampus tidak diaudit dengan benar, maka bukan hanya uang negara hilang, tapi juga kepercayaan publik terhadap dunia akademik,” kata Pangeran menambahkan.
Regulasi Tidak Berdaya di Lapangan
Kementerian sebenarnya telah menerbitkan Permendikbud No 53 Tahun 2023 tentang Penjaminan Mutu Pendidikan Tinggi mengamanatkan audit berkala terhadap perguruan tinggi negeri. Namun implementasinya dinilai mandek akibat tertutupnya akses data, birokrasi internal berbelit dan konflik kepentingan di tingkat kampus maupun kementerian.
FP-USU Akan Libatkan KPK dan KASN
Sebagai langkah lanjutan, FP-USU berencana mengirimkan laporan tambahan ke Komisi Aparatur Sipil Negara (KASN) dan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) bila Itjen tak segera mengambil langkah konkret.
> “Kami tidak sedang mencari kesalahan. Kami ingin menjaga marwah dan integritas pendidikan tinggi negeri. Jika Itjen diam, maka pengawasan eksternal harus bergerak,” pungkas Pangeran.
Kasus dugaan penyimpangan di USU bukan sekadar konflik internal kampus. Ia menjadi cermin lemahnya sistem pengawasan pendidikan tinggi di Indonesia, di mana regulasi pengawasan tidak selalu berjalan seiring dengan praktik transparansi.
Kami akan terus menelusuri jejak dugaan penyimpangan ini hingga diperoleh kejelasan tindak lanjut dari Itjen Kemendiktisaintek, BPK RI dan aparat pengawas lainnya.
(Lentini Krisna Prananta Sembiring, SE)